Saat makan siang, mampir yuk di Warung Sate Kambing Tambak
Segaran. Cukup mudah kok menemukannya, letaknya
di Jalan Brigjen Katamso 192, persis di
sebelah Bank Danamon.Berjarak kurang lebih sekitar satu kilometer dari
perempatan Kantor Pos Besar. Sebagian besar kursi di warng sate kambing Tambak
segaran sudah terisi pengunjung, padahal
menurut jadwal, warung baru saja buka. Itu artinya, sejenak dibuka, pembeli
langsung datang menyerbu.
Nahhh Di ujung depan warung terlihat seorang juru masak sibuk di dapur kekuasaannya. Dialah
Wily, cucu dari empu kreator Sate Buntel. Wily merupakan penerus trah generasi
kedua Sate Buntel Jogja, atau generasi ketiga bila diurut dari warung
pertamanya di daerah Tambak Segaran, Solo. Dia meneruskan usaha ibunya yang
membuka warung sate di Jogja pada tahun 1987.
Pertalian antara Solo dan Yogya tidak hanya melulu tentang asal muasal
Kasunanan Solo dan Kasultanan Yogyakarta yang berasal dari satu Wangsa. Dalam
hal kuliner, Sate Buntel yang ada di dua kota ini juga memiliki empu yang sama,
beliau adalah Lim Hwa Youe. 65 tahun silam, tepatnya di tahun 1948, seorang yg
bernama Lim menciptakan inovasi sate.
Namun Tidak seperti umumnya lo di mana sate adalah semacam potongan daging
yang ditusuk, namun Lim malah mencacah daging dan kemudian membuntelnya
dengan lemak kambing. Kata buntel yang artinya bungkus itulah yang
sampai sekarang resmi menjadi nama sate ini.
Ide ini sangat cerdas dan menarik, khas kebiasaan para kawula alit yang
memanfaatkan kesederhanaan menjadi kemewahan. Mirip asal muasal tengkleng yang
memanfaatkan sisa daging yang menempel di daging menjadi sajian lezat, begitu
pula sejarah sate buntel yang memanfaatkan bagian daging keras yang merupakan
mayoritas dari kambing. Agar bisa tetap dinikmati, daging tersebut dicacah
lembut dan dihilangkan semua ototnya. Hasilnya, penggila kambing bisa merasakan
lembutnya daging dan terbebas dari aroma yang biasa menguntit.
Antrean panjang tidak mengurangi rasa antusias
YogYES untuk mencicipi kuliner legendaris yang kondang ini. Aroma daging dan
rempah terbakar yang memenuhi warung membuat iman terjaga sampai pesanan
terhidang di depan mata. Saat yang dinantikan tiba, pesanan datang. Berbeda
dengan sate pada umumnya yang dimakan dengan cara ditarik dari tusuknya, di
sini kita tak perlu melakukannya. Sate Buntel tersaji tanpa bilah bambu
penusuk, dua buntelan daging siap dilahap hanya dengan mengiris ringan
menggunakan sendok. Tersaji sederhana dengan acar mentimun dan irisan bawang
merah dilengkapi sambal, sate buntel sudah cukup memompa liur. Satu lagi jurus
Sate Buntel menaklukan lidah, yaitu siraman kecap encer bermanis sedang. Inilah
kecap rahasia racikan keluarga. Hanya penerus yang mendapat turunan ilmunya.
Meski di sini menu
spesialis sate buntel, namun warung ini
juga menyediakan menu olahan kambing lainnya.antara lain Gulai dan Tengkleng. Ada juga gulai 2 macam, yaitu Gule Daging Biasa dan Gule Sumsum. walaupun namanya Gule Daging Biasa, namun rasanya tetap spesial.
Sementara Gule Sumsum lebih menantang lidah karena penampilannya yang
berantakan. Bayangkan,saja sekitar
sembilan tulang kering kambing bertebaran di piring, tergenang kuah gulai
berwarna kuning, ditemani selembar tusuk sate untuk menghajar sumsum dalam
tulang sebelum kita menyedotnya. Begitu sampai di mulut, sumsum cair langsung
menyemprot lidah, memaksa untuk segera mengambil dan memakanya karena tak ingin kehilangan sensasi semprotan sumsum.
Setelah Puas makan
dengan olahan kambing, beragam minuman segar mulai dari es teh, soda gembira,
hingga bir siap membilas kerongkongan,. Pergulatan antara berbagai menu kambing
versus lidah berakhir sudah. Hasilnya, lidah harus menyerah kalah.
Jam buka:
12.00 - 21.30
Jl. Brigjen Katamso 192, Yogyakarta, Indonesia
Daftar harga:
- Sate buntel: Rp 30.000 / porsi
- Gule biasa: Rp 15.000 / porsi
- Gule sumsum: Rp 20.000 / porsi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar